Tuesday, September 2, 2008

Demi Ramadan, Rela Miliaran Rupiah Melayang

Wednesday, 03 September 2008
Surabaya-Menjadi sosok yang ikhlas lahir batin dan menanggalkan kepentingan duniawi tidaklah semudah diucap. Ketika miliaran rupiah di depan mata, butuh kekuatan berlipat untuk menolaknya.
Lilieg Noer, sebuah nama yang mencorong di jagat pengrajin Jawa Timur. Wanita berjilbab ini tak hanya dikenal sebagai perajin lampu etnik, tapi juga ketua Asosiasi Perajin Jatim (APJ). Berbagai gelaran atau pameran dibuatnya untuk mempromosikan produk bikinan pengrajin Jatim.

Seperti Ramadan sebelumnya, kesibukan Lilieg di bulan puasa ini tak menyurut. Kesibukan tersebut, menurut Lilieg, tak jarang berwujud godaan duniawi yang 'sengaja' diberikanNya saat Ramadan. Silih berganti datangnya. Baik itu godaan untuk mendapatkan keuntungan lebih besar, ataupun godaan setan untuk melakukan perbuatan dosa. Lilieg mencoba menepisnya.

“Jika batin tidak siap, bisa dipastikan akan selalu terbawa dan terlena untuk memburu kepentingan duniawi. Makanya dalam menjalankan ibadah puasa dan sunah rasul, saya harus selalu ikhlas lahir dan batin,” kata Lilieg mengungkap isi hatinya.

Diungkapkan Lilieg, godaan yang datang dan dialaminya di bulan suci Ramadan tahun ini, yakni tawaran pameran kerajinan di Tiongkok. Iming-imingnya tak cukup order kerajinan yang membanjir, naluri bisnisnya juga mengendus omzet miliaran rupiah. Ini karena pameran akan dikunjungi para pembeli dari seluruh dunia. Mereka pembeli dari Eropa, Afrika, serta Timur Tengah.

Namun Lilieg memutuskan menolak tawaran itu. “Dengan hati ikhlas lahir batin, saya menolak tawaran tersebut. Menjalankan ibadah dengan khusuk dan mencari pahala sebanyak mungkin lebih utama bagi saya sebagai muslimah,” kata wanita berparas ayu ini memberi alasan.

Tidak sayang kehilangan kesempatan emas? Lanjutnya, “Allah itu Maha Kuasa dan Maha Adil. Dengan banyak berkorban di bulan suci Ramadan, saya yakin akan mendapat ganti yang lebih besar. Ibadah lebih penting dibanding terus mengejar keuntungan duniawi yang sifatnya tidak kekal itu.”

Bagi Lilieg, bulan puasa sewajarnya menjadi ajang perlombaan beribadah. Pahala harus dicari dengan memberi kesenangan serta kegembiraan bagi sesama. Caranya, Lilieg Noer memendekkan jam kerja para karyawan.

Lilieg juga memperpanjang jam istirahat bagi karyawan dari setengah jam menjadi satu jam. Ini sebuah langkah unik. Sementara pengusaha lain, tanpa peduli bulan puasa tetap menggenjot produksi dengan menguras tenaga karyawannya, Lilieg justru memberi kelonggaran.

“Saya sadari karyawan juga butuh waktu lebih panjang untuk mengkhusukkan ibadahnya. Jadi, apa salahnya saya beri waktu mereka lebih banyak untuk beribadah,” ungkap Lilieg Noer yang telah ditinggal pergi suaminya 10 tahun lalu itu.

Sebagai single parents, Lilieg Noer juga selalu memberi pandangan keislaman kepada kedua putranya. Dan bulan suci Ramadan merupakan momen penting Lilieg mengajak dan membimbing mereka lebih khusuk dan ikhlas menjalankan ibadah. Selain itu, lanjut Lilieg, cobaan dan tantangan yang dihadapi oleh generasi muda seperti anaknya sangat besar.

“Mereka harus diberi pandangan bagaimana melihat kehidupan ini sesuai dengan norma agama, untuk bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk,” pungkas Lilieg.

Achmad Amru Muiz

No comments:

Post a Comment