Tuesday, September 2, 2008

Pasar Menunggu Nasib BI Rate

Oleh: Asteria dan Ahmad Munjin (02/09/08)


INILAH.COM, Jakarta – Meski data inflasi Agustus lebih rendah dari bulan sebelumnya, ada kemungkinan melonjak lagi memasuki musim lebaran. Pasar pun menanti kebijakan Bank Indonesia (BI) tentang suku bunga BI rate.

Ekonom Senior Bank Negara Indonesia (BNI) Ryan Kiryanto mengatakan, melihat posisi inflasi saat ini, sebaiknya BI tidak menaikan BI rate. Dengan bertahannya BI rate di level 9% pada bulan ini, tutur Ryan, akan menahan nafsu bank-bank menaikkan suku bunga. Alhasil, hal ini akan menjadi sentimen yang bagus bagi sektor riil di tengah ketatnya likuiditas perbankan. Yang pasti BI akan bekerja kerja keras kendalikan inflasi. “Kendati demikian, BI bakal menangggung biaya moneter yang mahal hingga akhir tahun,” ujar Ryan kepada INILAH.COM, Selasa (2/9).

Lebih lanjut Ryan mengatakan, BI rate mungkin baru akan naik bulan depan, terkait inflasi September yang diperkirakan naik lagi menyusul tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi menyambut puasa dan Lebaran. “Jadi, BI rate mungkin baru akan naik 25 basis poin menjadi 9,25% bulan depan (Oktober 2008),” ujarnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin mengumumkan bahwa inflasi Agustus tercatat 0,51%, sehingga inflasi tahun kalender (Januari-Agustus) mencapai 9,4% dan inflasi year on year 11,85%.

Tingkat inflasi Agustus yang hanya 0,51% ini cukup mengejutkan bagi Ryan. Pasalnya, dampak gonjang-ganjing kelangkaan gas elpiji ternyata tidak signifikan mendorong inflasi. Di balik semua itu, inflasi yang rendah merupakan bukti efektivitas BI dalam mengawal inflasi.

BI, lanjutnya, mengawal inflasi melalui kebijakan moneter yang cenderung ketat dengan cara menaikkan BI rate secara konsisten. “Terbukti, saat ini sebagian besar bank mengalami likuiditas ketat karena sebagian dananya tertanam di instrument Sertifikat Bank Indonesia (SBI),” katanya.

Sementara analis Suryanto Chang memprediksi BI rate akan naik 25 basis poin bulan ini. Menurutnya, meski inflasi Agustus lebih rendah dari sebelumnya, tingkat inflasi masih berada dalam kisaran tinggi. “BI rate akan naik sekitar 25 basis poin,” tandasnya.

Suryanto menjelaskan, BI menaikkan suku bunga untuk meredam inflasi. Selain itu, juga untuk menarik dana masyarakat karena kredit yang dikucurkan semakin besar. Untuk itu, harus ada penempatan dana lagi ke perbankan. “Deposito berbunga tinggi cukup menolong, karena BI bisa menarik likuiditas berlebih,” paparnya.

Analis Samuel Sekuritas Indonesia Tony John mengungkapkan hal berbeda. Menurutnya, tingkat inflasi Agustus cukup mampu meredam kekhawatiran pasar yang berekspektasi lebih tinggi dibanding Juli.

Di sisi lain, BI masih berpeluang besar menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin mengingat suku bunga hingga akhir tahun diperkirakan mencapai 9,5%. Namun, pasar tidak terlalu khawatir dengan rencana kenaikan BI rate. “Meskipun BI rate naik, hal ini tidak akan meresahkan investor karena kenaikan suku bunga tidak untuk meng-counter. tingginya inflasi,” jelasnya.

Pengamat ekonomi Farial Anwar mengatakan, meski inflasi bisa menembus lebih dari 12% hingga akhir tahun, tingkat suku bunga Bank Indonesia sebaiknya tidak melebihi level 10%. Karena akan berpengaruh signifikan pada kondisi ekonomi makro. Kenaikan BI rate hingga melebihi 10% akan signifikan bagi perbankan dan kemudian berlanjut ke sektor riil. "Keputusan BI menaikkan BI rate ke 9% kemarin bertujuan untuk memberi peringatan pada pasar bahwa ekonomi sudah mulai tidak stabil," papar Farial.

Farial menjelaskan, tingkat suku bunga BI bisa saja lebih rendah dari tingkat inflasi dalam kondisi tertentu. Ia pun memberi contoh AS, dimana tingkat inflasinya sudah mencapai 5%, tapi suku bunganya masih di level 2%. “Jadi tidak ada masalah suku bunga lebih rendah dari inflasi," jelas Farial.

Sementara pengamat ekonomi Tony A Prasetyantono mengatakan, dari sisi moneter BI akan kembali menaikan suku bunga acuan menjadi 9,75% pada akhir tahun. "BI akan tetap menaikan suku bunganya untuk menekan inflasi. Pada akhir tahun, BI rate tak lebih dari 10%, dan ini berarti sekitar 9,75%," katanya.

Tony pun mengatakan, bahwa inflasi 2008 bisa menembus angka 12% karena empat bulan ke depan, sebanyak dua bulan di antaranya termasuk yang biasanya terjadi inflasi musiman yaitu Lebaran dan tahun baru. Belum lagi dampak kenaikan harga gas yang masih terus berlanjut.

"Untuk menahan laju inflasi di bawah 12% rasanya sulit. Efek multiplier dari kenaikan harga elpiji masih terasa untuk bulan depan. Apalagi September bertepatan dengan bulan puasa, dimana konsumsi akan meningkat," katanya.

Sementara untuk mengerem tingkat inflasi agar tidak berlebihan, menurut dia, pemerintah harus mempersiapkan diri untuk mengamankan pasokan dan memperbaiki distribusi barang terutama pada September dan Desember. "Terutama untuk Ramadhan dan Lebaran ini," timpal Tony. [E1]

2 comments: