Tuesday, August 19, 2008

Angka kemiskinan 2008 terendah dalam 10 tahun: Jurang pendapatan melebar

Penulis : Gajah Kusumo & Dewi Astuti Tanggal : Tuesday, 8/19/2008

JAKARTA: Kesenjangan distribusi pendapatan di Indonesia semakin lebar meskipun penurunan tingkat kemiskinan mencapai titik terendah dalam 10 tahun ini, yaitu 15,4%.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), rasio Gini atau tingkat ketimpangan pembagian (distribusi) pendapatan pada 2007 mencapai 0,37, dari 0,33 pada tahun sebelumnya.

Nilai rasio Gini terletak antara level 0 dan 1. Semakin tinggi nilai (mendekati level 1), tingkat ketimpangan pendapatan makin tinggi.

Bank Dunia memiliki kriteria pengukuran ketimpangan dalam porsi pendapatan nasional, dengan membagi penduduk menjadi tiga lapisan, yaitu 40% penduduk berpenghasilan terendah, 40% penduduk berpenghasilan menengah, dan 20% penduduk berpendapatan tinggi.

Berdasarkan kriteria itu, laporan BPS menyebutkan bahwa 40% penduduk berpenghasilan terendah pada 2002 menyumbang pendapatan nasional hingga 20,92% dan pada 2007 turun menjadi 19,1%.

Sementara itu, 20% masyarakat berpenghasilan teratas, yang pada 2002 menyumbang pendapatan hingga 42,19%, naik menjadi 44,79% pada lima tahun kemudian.

Secara teori, tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia memang relatif rendah, karena berada pada level di atas 17%.

Dalam pidato kenegaraan mengenai Nota Keuangan dan RAPBN 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyebutkan tingkat kemiskinan turun dari 17,7% pada 2006 menjadi 15,4% pada Maret 2008.

Target nominal

Bank Dunia menilai kualitas penurunan angka kemiskinan di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir ini masih relatif rendah. Ini karena pemerintah terkesan fokus pada pengejaran target penurunan angka kemiskinan secara nominal semata.

Joachim von Amsberg, Country Director Bank Dunia untuk Indonesia, mengatakan esensi dari penurunan kemiskinan bukan sekadar penurunan angka nominal dari target, melainkan bagaimana pertumbuhan ekonomi dan program pengentasan kemiskinan dapat memberi nilai lebih secara merata kepada rakyat miskin.

"Yang terpenting dalam penurunan kemiskinan adalah bukan persoalan data, tetapi bagaimana caranya kualitas juga dapat ditingkatkan," tuturnya kepada Bisnis, kemarin.

Namun, dia menyayangkan laju peningkatan kualitas penurunan angka kemiskinan tidak dibarengi oleh cepatnya laju penurunan angka kemiskinan secara nominal. Kualitas yang dicapai berjalan lebih rendah dibandingkan dengan angka kemiskinan yang secara bertahap turun dengan cepat.

Bahkan, kata Joachim, dari segi kualitas, pencapaian penurunan angka kemiskinan di Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan negara tetangga.

Aviliani, pengamat ekonomi dari Indonesia Development Economic and Financial (Indef) memperkirakan kualitas pertumbuhan ekonomi tahun depan masih kurang baik. Pasalnya, sektor informal yang lebih dominan menyumbang bagi perekonomian, sementara sektor manufaktur yang menyerap tenaga kerja, relatif kecil pertumbuhannya.

Koordinator peneliti P2E LIPI Wijaya Adi mengungkapkan untuk tahun depan angka kemiskinan mungkin meningkat seiring dengan dicabutnya bantuan langsung tunai. Pasalnya, menurunnya angka kemiskinan selama semester I/2008 terjadi, karena pengaruh BLT yang menaikkan pendapatan masyarakat miskin.

"Kalau tahun depan BLT dihentikan, jumlah penduduk miskin otomatis melonjak," tegasnya.

Anggota Komisi XI DPR Drajad H. Wibowo menyatakan dengan metode yang digunakan BPS dalam sosial ekonomi nasional (Susenas) saat ini, angka kemiskinan 8% pun bisa dicapai pada tahun depan. Dia bahkan menyarankan target kemiskinan ditetapkan sebesar 5%. "Gampang kok ngatur-nya di lapangan," ungkapnya.

Syahrial Loetan, Sekretaris Utama Meneg PPN/Kepala Bappenas mengakui beberapa tahun terakhir ini kecenderungan rasio Gini meningkat. Ini menunjukkan kesenjangan antara masyarakat berpendapatan rendah, sedang, dan tinggi yang semakin lebar.

Untuk itu, pemerintah melaksanakan sejumlah program pengentasan kemiskinan yang dibagi ke dalam tiga cluster untuk mengatasi hal tersebut.

"Tujuan program itu kan agar pendapatan masyarakat berpendapatan rendah naik. Tapi kita juga tidak bisa menahan pemilik modal berinvestasi dan mencari keuntungan." (15/16) (gajah.kusumo@bisnis.co.id/redaksi@bisnis.co.id)

No comments:

Post a Comment