JAKARTA - Bank Indonesia (BI) akhirnya memutuskan menyelamatkan Bank Indover yang dibekukan di Belanda karena kesulitan likuiditas. BI berencana menyuntikkan dana Rp 7 triliun atau EUR 546 juta di salah satu anak usahanya itu. Dana tersebut bakal digunakan untuk membeli semua kewajiban pihak ketiga Indover yang nyaris kolaps akibat dampak krisis global.
Hal itu merupakan hasil rapat tertutup antara BI dan Komisi XI DPR tadi malam. Hadir dalam rapat itu Gubernur BI Boediono, Deputi Gubernur Muliaman D. Hadad, dan Deputi Gubernur Siti Fadjrijah. Dari pemerintah, hadir Menkeu sekaligus Plt Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati.
Sebelumnya DPR juga menggelar rapat dengan jajaran komisaris dan dewan direksi Indover. Mereka adalah Komut Indover Subarjo Joyosumarto serta dewan direksi Peter van der Voort van Zyp, Chairi Hakim, dan Goegoen Roekawan. Perwakilan BI di Belanda Arta Bisman juga hadir. Namun, rapat tadi malam belum menemukan kesepakatan apa pun.
Wakil Ketua Komisi XI Endin J. Soefihara mengatakan, DPR belum bisa mengambil keputusan. Menurut dia, ada UU yang melarang BI melakukan penyertaan modal. Namun, penyertaan modal bisa dilakukan asal mendapat lampu hijau dari parlemen karena kondisinya urgen. "Tapi, masih akan kita lihat dulu karena infonya belum lengkap. DPR harus banyak tahu dulu," ujarnya tadi malam (22/10).
Dia menambahkan, angka yang diajukan bank sentral juga belum final. "Itu masih hitungan sementara, hanya kewajiban. (Angkanya) bisa lebih besar atau kecil," tuturnya
BI semestinya tidak bisa menyuntikkan dana. Sebab, UU 3/2004 tentang BI menyebutkan bahwa bank sentral mesti melepas anak usahanya. Anak usaha BI lainnya adalah PT BPUI (Bahana Pembinaan Usaha Indonesia). Namun, dalam dokumen rapat dari BI sebelumnya disebutkan bahwa suntikan dana ke Indover tetap diiringi rencana bisnis yang matang yang bermuara pada divestasi Indover.
Ditanya soal penyuntikan dana, Boediono masih enggan berkomentar. "Belum ada keputusan," kata guru besar FE UGM itu singkat. Sri Mulyani juga tidak memberikan statemen apa pun.
Anggota Komisi XI Dradjad Wibowo mengatakan, penyuntikan dana BI ke Indover mirip bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Memang, kata legislator PAN itu, nilainya jauh lebih kecil daripada suntikan BLBI yang bernilai ratusan triliun. "Namun, konsekuensi hukumnya sama. Presiden harus berani bertanggung jawab," ujarnya.
Karena konsekuensi hukum itulah, mestinya keputusan soal jadi-tidaknya suntikan dana dari BI dicermati terlebih dahulu. Apalagi, belum ada kejelasan bagaimana sebenarnya kondisi keuangan bank yang sudah berkali-kali hampir diakuisisi bank lokal tapi tak pernah terwujud itu.
"DPR belum tahu pasti soal aset dan kewajiban yang ada. Jika dilikuidasi, kerugian finansial BI cukup besar. Karena itu, sebaiknya presiden saja yang menulis surat kepada DPR, meminta Indover diselamatkan dengan alasan yang jelas," katanya.
Tanpa pertanggungjawaban DPR, sulit bagi parlemen untuk mengambil keputusan merestui rencana penyertaan dana dari BI. "Waktu BI menyimpan dana nggak bilang ke DPR, tapi begitu ada masalah langsung datang ke kita," kritik Dradjad. Dalam dokumen rapat, BI menyebut dana cadangan mereka kini cukup kuat sehingga tidak terpengaruh jika menyuntik EUR 546 juta.
Sementara itu, manajemen Indover kemarin mengumumkan rencana mencari pinjaman jangka pendek dari pasar uang Eropa dan Arab. "Sumber di Eropa ada, Arab ada, tapi saya nggak ingat detailnya," ujar Direktur Indover Belanda Nana Supriana.
Sebenarnya, Indover memiliki kinerja cukup baik sebelum dibekukan otoritas bank di Negeri Bunga Tulip itu. Manajemen Indover beralasan, turbulensi finansial global membuat bank tersebut kesulitan likuiditas.
Pada Agustus 2008, Indover tercatat membukukan laba EUR 2 juta dengan rasio kecukupan modal (CAR) 18,43 persen. Pendapatan bunga bersih (net interest income) meningkat 44,3 persen, dan aset juga mendaki 2 persen per bulan.
Namun, krisis finansial global membuat bank peserta transaksi repo mulai mengurangi fasilitas ke Indover. Itu karena nilai surat berharga yang dijaminkan merosot. Mayoritas pemain pasar uang di Eropa juga menahan likuiditasnya. Semua itu membuat kondisi likuiditas di pasar keuangan kian seret.
Ambruknya Lehman Brothers, Merrill Lynch, AIG, Fannie Mae, Freddie Mac, dan sejumlah lembaga finansial di pasar global membuat Indover makin kelimpungan. Bank-bank peserta repo pun enggan memperpanjang likuiditasnya. Selain itu, pasar uang overnight mulai ditutup dan penjualan surat berharga tidak menjadi pilihan bijak karena harganya sudah ambles.
Kemudian pada 19 September, Indover berkirim surat ke BI untuk meminta agar otoritas moneter itu membuka money market agar brankas mereka kembali dibasahi likuiditas. Namun, BI menolak surat permohonan anak usahanya itu dengan alasan bank sentral tidak bisa melakukan transaksi pasar uang dengan anak usahanya.
Pada 6 Oktober, likuiditas Indover sangat parah dengan posisi yang tidak dapat ditangani mencapai USD 92 juta. Indover lalu meminta BI berkirim surat ke Bank Sentral Belanda tentang kebutuhan bantuan darurat. Namun, BI tidak memberikan surat yang dimaksud ke otoritas bank di Belanda.
Alhasil, Indover dinyatakan gagal bayar (default) atas kewajiban USD 92 juta. Pada 7 Oktober, Pengadilan Belanda memutuskan membekukan kegiatan operasional Indover. Dana bank pelat merah juga banyak nyangkut di Indover.
Dana BRI, Bank Mandiri, dan BNI, lewat pinjaman antarbank masih tersangkut USD 145 juta. Terakhir, Bank Lippo mengatakan dananya nyangkut USD 5 juta. Selain itu, sejumlah bank nasional masih punya dana yang tertanam di Indover. (sof/eri/yun/oki)
Kamis, 23 Oktober 2008
Jawapos.co.id
Wednesday, October 22, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment