jawapos.co.id Rabu, 29 Oktober 2008
JAKARTA - Dalam sehari kemarin nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bergerak bagai yoyo. Sempat mendekati Rp 12.000, kemudian bergerak aktif di rentang Rp 11.600-Rp 11.800, sebelum akhirnya ditutup di titik Rp 10.800 per dolar AS. Saat bertengger di level Rp 11.850, kurs rupiah mencapai posisi terendah sejak April 2001.
Selain intervensi Bank Indonesia (BI) yang menggerojokkan dolar ke pasar, menguatnya bursa saham di Asia menjadi sentimen positif yang mendongkrak rupiah. Indeks Shanghai (Tiongkok) mendaki 2,8 persen, Hang Seng (Hongkong) terkerek 11,5 persen, Nikkei (Jepang) naik 6,4 persen, dan Kospi (Korea) terkatrol 5,57 persen.
Tapi, sayangnya, nasib pasar modal Indonesia tak sebaik bursa Asia. Mengekor jejak rupiah, indeks harga saham gabungan (IHSG) melorot 55,01 poin (4,72 persen) menuju angka cantik 1.111,3. Sebanyak 127 saham harganya merosot, dan hanya 39 saham yang naik. Indeks bahkan sempat nangkring di level 1.103 pada awal perdagangan.
Melihat jebloknya rupiah, tadi malam Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) langsung menggelar rapat kabinet terbatas bidang ekonomi. Dalam rapat tersebut diputuskan sepuluh langkah dalam mengamankan mata uang rupiah.
Usai rapat kabinet, Plt Menko Perekonomian sekaligus Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan, gejolak rupiah segera teratasi dengan langkah-langkah yang diambil pemerintah. ''Pelaku ekonomi tetap tenang, jangan panik, serta bersatu mengatasi masalah bersama-sama sesuai peran dan tanggung jawab masing-masing,'' kata Sri Mulyani.
Menkeu menjelaskan, langkah pertama adalah menjaga kesinambungan neraca pembayaran atau devisa. Untuk langkah itu pemerintah mewajibkan seluruh BUMN menempatkan hasil valuta asingnya di bank dalam negeri. Langkah kedua juga untuk menjaga neraca pembayaran dengan mempercepat pembangunan infrastruktur. Proyek-proyek yang dibiayai dengan valuta asing dipercepat agar mata uang asing masuk ke Indonesia.
Kemudian menjaga stabilitas likuiditas dan mencegah terjadinya perang harga. Dalam hal ini, BUMN dilarang memindahkan dana dari bank ke bank. Dalam kondisi krisis, ada kecenderungan bank melakukan perang suku bunga. Yakni, mengiming-imingi BUMN untuk memindahkan uang dengan memberi bunga lebih tinggi daripada bank lain.
Langkah keempat, menjaga kepercayaan pelaku pasar terhadap SUN (surat utang negara) dengan melakukan stabilisasi pasar. Pemerintah dan BI akan melakukan buyback SUN di pasar sekunder. ''Jumlahnya sangat signifikan memengaruhi pasar,'' timpal Gubernur BI Boediono.
Lalu menjaga kesinambungan devisa dengan memanfaatkan bilateral swaps arrangement dengan Bank of Japan, Bank of Korea, dan Bank of China apabila diperlukan. ''Ini hasil dari ASEAN Plus Three,'' imbuh Ani, sapaan karib Sri Mulyani.
Langkah keenam, menjaga keberlangsungan ekspor dengan memberikan garansi terhadap risiko pembayaran dari pembeli (post shipment financing). Dalam hal ini, pemerintah menyediakan fasilitas re-diskonto wesel ekspor with recourses. Selanjutnya, menjaga keberlangsungan ekonomi (sektor riil). Di sini pemerintah mengurangi pungutan ekspor CPO menjadi 0 persen. ''Ini berlaku sejak 1 November 2008,'' kata Ani.
Langkah kedelapan, menjaga kesinambungan fiskal 2009. Yakni, menyesuaikan APBN 2009 yang akan disahkan DPR pada 30 Oktober. ''Pemerintah meminta hak untuk mengubah APBN, tanpa bermaksud mengesampingkan hak bujet yang dimiliki DPR,'' katanya.
Berikutnya, mencegah importasi ilegal. Menkeu dan Mendag menerbitkan ketentuan tentang importasi komoditas tertentu. Yakni garmen, elektronika, makanan dan minuman, mainan anak-anak, serta sepatu. Komoditas tersebut hanya bisa diimpor importer terdaftar dan telah diverifikasi.
Selain itu, komoditas tersebut hanya bisa bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, Belawan, Makassar, Bandara Soekarno Hatta, dan Juanda. Terakhir, meningkatkan pengawasan barang beredar. ''Yakni, pembentukan task force terpadu antarinstansi terkait. Ini juga berlaku 1 November 2008,'' jelasnya.
Boediono menambahkan, depresiasi rupiah saat ini juga disebabkan kelebihan likuiditas rupiah di pasar. ''Itu akibat kebijakan GWM (giro wajib minimum). Ketika GWM dilepas, ada kelebihan rupiah,'' tutur Boediono di Jakarta kemarin. Pekan lalu BI menurunkan GWM menjadi 7,5 persen dengan GWM wajib 5 persen dan GWM tambahan 2,5 persen yang bisa dipenuhi selama setahun sejak Oktober.
Ketua Umum Gabungan Importer Seluruh Indonesia (Ginsi) Amirudin Saud memperkirakan kinerja impor tahun ini turun lima persen. Penurunan paling tajam diperkirakan terjadi pada importasi barang jadi.
''Total impor anggota Ginsi pada 2007 mencapai USD 65 miliar. Sekarang mungkin turun lima persen karena ada perubahan kurs ini,'' ujarnya.
Menurut dia, kurs rupiah yang sudah melampaui batas Rp 10 ribu masih terbilang moderat. Angka itu masih bisa diterima importer. Tetapi, jika kurs sudah tembus Rp 15 ribu importer baru merasa keberatan. Para importer merasa tertolong karena kontrak importasi sudah disepakati hingga Januari 2009. ''Sampai Januari 2009 kita sudah tetapkan kontrak. Nanti setelah Januari kalau kita buka kontrak baru, (kurs) masih tinggi baru kita teriak,'' lanjutnya.
Saat ini, tiga bulan sebelum barang tiba, uang harus sudah ditransfer ke pengekspor. Dengan begitu, kurs yang dipakai adalah tiga bulan sebelumnya. Rata-rata per tahun komposisi impor barang modal mencapai 18 persen dari total impor. Untuk konsumsi (barang jadi) hanya 5 persen, sedangkan bahan baku 77 persen. ''Khusus barang jadi, karena sekarang dolar naik, yang biasanya mengimpor 100 ton sekarang 10 ton,'' jelasnya.
Dirut PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Erry Firmansyah kembali menegaskan bahwa kondisi masih terkendali. Dia berjanji otoritas bursa melakukan sejumlah langkah untuk menggairahkan kembali semangat bertransaksi. Menurut Erry, pelemahan yang terjadi di Indonesia masih tergolong lebih baik dibanding negara lain.
''Pelemahan di bursa kita masih sejajar dengan negara lain. Tapi, memang turunnya langsung drastis dalam sebulan ini,'' ujar Erry kemarin (28/10). (tom/wir/sof/eri/iw/oki)
Tuesday, October 28, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment